Usulan Peningkatan Kualitas Produk Jamu Dengan Menggunakan Metode Six sigma Di PT JAMU JAGO Semarang
ABSTRAKSI
Persaingan dunia
usaha khususnya manufaktur di Indonesia saat ini sudah berkembang sangat pesat
sehingga perusahaan-perusahaan harus lebih mengembangkan stgrategi-strategi
baru untuk memperoleh cara yang efektif dan efisien dalam mencapai sasaran dan
tujuan yang telah ditetapkan agar tidak kalah bersaing dengan perusahaan
manufaktur yang sejenis. PT Jamu Jago merupakan perusahaan yang memproduksi
jamu berupaya untuk menjaga dan meningkatkan kualitas produknya sehingga dapat
menekan cacat produk menuju zero defect
Six sigma dapat dijadikan ukuran kinerja sistem industri yang
memungkinkan perusahaan melakukan peningkatan yang luar biasa dengan terobosan
strategi yang aktual. Six sigma juga
merupakan cara mengukur proses, tujuan mendekati sempurna, disajikan dengan 3,4
Defect Per Milion Opportunities (DPMO) .
salah satu metodologi dalam upaya peningkatan menuju target Six sigma
adalah DMAIC
Dengan aplikasi metode
six sigma didapat hasil bahwa penyebab factor kecacatan produk yang utama
adalah kurangnya perawatan mesin yang dilakukan secara berkala sehingga membuat
kinerja mesin kurang optimal, kinerja mesin yang kurang tersebut berdampak pada
kualitas produk yang dihasilkan
Kata Kunci : Six Sigma, DPMO, DMAIC
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Perusahaan
industri manufaktur di Indonesia saat ini sudah semakin berkembang pesat, baik
dari perusahaan kecil hingga besar semuanya bersaing untuk menciptakan
strategi-strategi baru agar bisnis yang dikelola bisa tetap sukses di tengah
persaingan dengan perusahaan lain dalam negeri maupun luar negeri. Walaupun
perusahaan manufaktur berbeda-beda dalam memproduksi jenis produknya, namun
tujuan perusahaan-perusahaan tersebut sama yaitu bagaimana cara menghasilkan
produk berkualitas tinggi dengan harga yang seekonomis mungkin. Tidak dapat
dipungkiri bahwa konsumen menginginkan produk yang berkualitas namun dengan
harga yang terjangkau, hal tersebut merupakan tantangan bagi perusahaan untuk
menghasilkan produk yang sesuai dengan kebutuhan dan selera konsumen.
Pada
dasarnya perkembangan suatu perusahaan salah satunya ditentukan oleh diterima
atau tidak produk yang dihasilkan perusahaan tersebut di pasar. Salah satu syarat produk yang dapat diterima dan
membuat konsumen puas ditentukan dari
kualitas produk tersebut, maka dari itu perusahaan harus menjaga dan
meningkatkan kualitas dengan system pengendalian kualitas yang baik. Melalui
pengendalian kualitas yang baik diharapkan perusahaan dapat meningkatkan
efektivitas pengendalian dalam mencegah terjadinya produk cacat sehingga meminimalisir
terjadinya resiko konsumen untuk mendapat produk cacat. Salah satu metode yang
dapat digunakan perusahaan untuk mengendalikan kecacatan produk yaitu metode Six sigma.
Six
sigma sebagai salah satu metode baru yang paling popular merupakan salah
satu alternatif dalam prinsip-prinsip pengendalian kualitas yang merupakan
terobosan dalam bidang manajemen kualitas (Gasperzs, 2005: 303) Six sigma dapat
dijadikan ukuran kinerja sistem industri yang memungkinkan perusahaan melakukan
peningkatan yang luar biasa dengan terobosan strategi yang aktual. Six sigma
juga merupakan cara mengukur proses, tujuan mendekati sempurna, disajikan
dengan 3,4 Defect Per Milion Opportunities (DPMO) . salah satu metodologi dalam upaya peningkatan
menuju target Six sigma adalah DMAIC
yang merupakan langkah dari menemukan masalah, mengidentifikasi penyebab
masalah hingga menemukan solusi. Adapun tahap-dahap dalam DMAIC yaitu Define, Measure, Analysis, Improve,
Control.
PT
JAMU JAGO merupakan produsen penghasil jamu . PT JAMU JAGO sangat memperhatikan
masalah kualitas, sehingga perusahaan menerapkan standar untuk menjaga kualitas
produk yang dihasilkan. Namun berdasarkan observasi yang telah dilakukan dengan
penulis mengambil sampel data kecacatan produk bulan Desember 2012 , didapatkan
adanya beberapa kecacatan produk . Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan
beberapa tahapan untuk mengetahui penyebab kecacatan produk sehingga kerugian
yang ditimbulkan dapat berkurang. Berdasarkan hal di
atas, penulis tertarik melakukan penelitian mengenai pengendalian kualitas
untuk meningkatkan kualitas produk menggunakan metode six sigma, sehingga tema penelitian ini adalah : “Usulan Peningkatan
Kualitas Produk Jamu Dengan Menggunakan Metode Six sigma Di PT JAMU JAGO
Semarang”
1.2 Perumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas
maka dapat dirumuskan permasalahan yang ada dalam penelitian ini adalah “
Berapa nilai sigma pada PT JAMU JAGO dan faktor apa sajakah yang menyebabkan
terjadinya kecacatan dalam produksi? “
1.3 Batasan
Masalah
Untuk menghindari permasalahan yang
lebih luas dan agar tujuan pembahasan semakin terarah maka dilakukan pembatasan
masalah sebagai berikut:
1. Penelitian
dilakukan pada lini produksi PT Jamu Jago Semarang
2. Data yang
digunakan yaitu data kecacatan hasil produksi pada bulan Januari 2013 hingga Mei
2013
3. Tahap six sigma ini hanya sampai tahap improve saja
1.4 Tujuan
Penelitian
Penenlitian yang dilakukan terhadap
permasalahan di atas memiliki tujuan
1. Mengidentifikasi
jenis cacat produk
2. Mengetahui
tingkat sigma perusahaan
3. Mengidentifikasi
penyebab terjadinya cacat produk
4. Memberikan
usulan perbaikan untuk mencegah dan meminimalkan kesalahan yang sama untuk
produksi selanjutnya
1.5 Sistematika
Penulisan
Berikut
merupakan uraian gambaran umum mengenai tata cara penyusunan penelitian:
BAB I PENDAHULUAN
Pada
bab ini berisi tentang latar belakang, perumusan masalah,batasan masalah tujuan praktikum dan sistematika penulisan
laporan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini berisi tentang teori-teori
atau tinjauan pustaka yang menyangkut penelitian ini
BAB III METODOLOGI PRAKTIKUM
Pada
bab ini berisi tentang metodologi praktikum yang menjelaskan langkah-langkah
dalam melakukan melakukan pengumpulan data dan alur penelitian yang dilakukan.
BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN
DATA
Pada
bab ini berisi tentang data-data yang digunakan dalam penelitian, profil,
sejarah, struktur organisasi perusahaan. Sedangkan pada pengolahan data berisi
uji keseragaman, uji kecukupan, uji kenormalan. Selain itu pada tahap
pengolahan data berisi tahap-tahap six
sigma meliputi tahap define, measure, analyze dan improve
BAB V ANALISIS
Pada
bab ini berisi tentang analisis dan interpretasi data dari hasil pengolahan
data yang telah dilakukan. Analisa terhadap tahap-tahap six sigma.
BAB VI PENUTUP
Pada
bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran dari praktikum yang telah
dilakukan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Kualitas
Pengertian
atau definisi kualitas mempunyai cakupan yang sangat luas, relatif,
berbeda-beda dan berubah-ubah, sehingga definisi dari kualitas memiliki banyak
kriteria dan sangat bergantung pada konteksnya terutama jika dilihat dari sisi
penilaian akhir konsumen dan definisi yang diberikan oleh berbagai ahli serta
dari sudut pandang produsen sebagai pihak yang menciptakan kualitas. Konsumen
dan produsen itu berbeda dan akan merasakan kualitas secara berbeda pula sesuai
dengan standar kualitas yang dimiliki masing-masing. Begitu pula para ahli
dalam memberikan definisi dari kualitas juga akan berbeda satu sama lain karena
mereka membentuknya dalam dimensi yang berbeda. Oleh karena itu definisi
kualitas dapat diartikan dari dua perspektif, yaitu dari sisi konsumen dan sisi
produsen. Namun pada dasarnya konsep dari kualitas sering dianggap sebagai
kesesuaian, keseluruhan ciri-ciri atau karakteristik suatu produk yang
diharapkan oleh konsumen.
Adapun pengertian
kualitas menurut American Society For Quality yang dikutip oleh Heizer
& Render (2006:253):
”Quality is the
totality of features and characteristic of a product or service that bears on
it’s ability to satisfy stated or implied need.”
Artinya
kualitas/mutu adalah keseluruhan corak dan karakteristik dari produk atau jasa
yang berkemampuan untuk memenuhi kebutuhan yang tampak jelas maupun yang
tersembunyi.
Para ahli yang
lainnya yang bisa disebut sebagai para pencetus kualitas juga mempunyai
pendapat yang berbeda tentang pengertian kualitas, di antaranya adalah:
·
Joseph Juran mempunyai suatu pendapat bahwa ”quality
is fitness for use” yang bila diterjemahkan secara bebas berarti kualitas
(produk) berkaitan dengan enaknya barang tersebut digunakan (Suyadi
Prawirosentono, 2007:5).
·
Menurut Suyadi Prawirosentono (2007:5),
pengertian kualitas suatu produk adalah “Keadaan fisik, fungsi, dan sifat suatu
produk bersangkutan yang dapat memenuhi selera dan kebutuhan konsumen dengan
memuaskan sesuai nilai uang yang telah dikeluarkan”.
Kualitas
yang baik menurut produsen adalah apabila produk yang dihasilkan oleh
perusahaan telah sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan oleh
perusahaan. Sedangkan kualitas yang jelek adalah apabila produk yang dihasilkan
tidak sesuai dengan spesifikasi standar yang telah ditentukan serta
menghasilkan produk rusak. Namun demikian perusahaan dalam menentukan
spesifikasi produk juga harus memerhatikan keinginan dari konsumen, sebab tanpa
memerhatikan produk yang dihasilkan oleh perusahaan tidak akan dapat bersaing
dengan perusahaan lain yang lebih
memerhatikan kebutuhan konsumen.
Untuk
menciptakan sebuah produk yang berkualitas sesuai dengan keinginan konsumen
tidak harus mengeluarkan biaya yang lebih besar. Maka dari itu, diperlukan
sebuah program peningkatan kualitas yang baik, dengan tujuan menghasilkan
produk yang lebih baik (better), lebih cepat (faster), dan dengan
biaya lebih rendah (at lower cost) ( Latief & Utami, 2009 : 67-72) .
Kualitas yang baik menurut sudut pandang konsumen adalah jika produk yang
dibeli tersebut sesuai dengan keinginan, memiliki manfaat yang sesuai dengan
kebutuhan dan setara dengan pengorbanan yang dikeluarkan oleh konsumen. Apabila
kualitas produk tersebut tidak dapat memenuhi keinginan dan kebutuhan konsumen,
maka mereka akan menganggapnya sebagai produk yang berkualitas jelek.
Sifat
khas mutu/ kualitas suatu produk yang andal harus multidimensi karena harus
memberi kepuasan dan nilai manfaat yang besar bagi konsumen, melalui berbagai
cara. Oleh karena itu, sebaiknya setiap produk harus mempunyai ukuran yang
mudah dihitung (misalnya, berat, isi, luas) agar mudah dicari konsumen sesuai
dengan kebutuhannya. Di samping itu harus ada ukuran yang bersifat kualitatif,
seperti warna yang unik dan bentuk yang menarik. Jadi, terdapat spesifikasi
barang untuk setiap produk, walaupun satu sama lain sangat bervariasi tingkat
spesifikasinya. Secara umum, dimensi kualitas menurut Garvin (dalam Gazperz,
2005:37) mengidentifikasikan delapan dimensi kualitas yang dapat digunakan
untuk menganalisis karakteristik kualitas barang, yaitu sebagai berikut :
1. Performa ( performance )
Berkaitan
dengan aspek fungsional dari produk dan merupakan karakteristik utama yang
dipertimbangkan pelanggan ketika ingin membeli suatu produk.
2. Keistimewaan (features)
Merupakan aspek kedua dari performansi yang menambah fungsi
dasar, berkaitan dengan pilihan-pilihan dan pengembangannya.
3. Keandalan (reliability)
Berkaitan dengan kemungkinan suatu produk melaksanakan
fungsinya secara berhasil dalam periode
waktu tertentu di bawah kondisi tertentu.
4. Konformasi (conformance)
Berkaitan
dengan tingkat kesesuaian produk terhadap spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya
berdasarkan keinginan pelanggan.
5. Daya tahan (durability)
Merupakan
ukuran masa pakai suatu produk. Karakteristik ini berkaitan dengan daya tahan
dari produk itu.
6. Kemampuan Pelayanan (serviceability)
Merupakan karakteristik yang berkaitan dengan kecepatan,
keramahan/ kesopanan, kompetensi, kemudahan serta akurasi dalam perbaikan.
7. Estetika (esthetics)
Merupakan
karakteristik yang bersifat subjektif sehingga berkaitan dengan pertimbangan
pribadi dan refleksi dari preferensi atau pilihan individual.
8. Kualitas yang dipersepsikan (perceived
quality)
Bersifat subjektif, berkaitan dengan perasaan pelanggan dalam
mengonsumsi produk tersebut. Kualitas
produk secara langsung dipengaruhi oleh 9 bidang dasar atau 9M. Pada masa
sekarang ini industri disetiap bidang bergantung pada sejumlah besar kondisi
yang membebani produksi melalui suatu cara yang tidak pernah dialami dalam
periode sebelumnya. (Feigenbaum,2002; 54-56) :
1.
Market (Pasar)
Jumlah produk baru dan baik yang ditawarkan di pasar terus
bertumbuh pada laju yang eksplosif. Konsumen diarahkan untuk mempercayai bahwa
ada sebuah produk yang dapat memenuhi hampir setiap kebutuhan. Pada masa
sekarang konsumen meminta dan memperoleh produk yang lebih baik memenuhi ini.
Pasar menjadi lebih besar ruang lingkupnya dan secara fungsional lebih
terspesialisasi di dalam barang yang ditawarkan. Dengan bertambahnya
perusahaan, pasar menjadi bersifat internasional dan mendunia.. Akhirnya bisnis
harus lebih fleksibel dan mampu berubah arah dengan cepat.
2. Money (Uang)
Meningkatnya
persaingan dalam banyak bidang bersamaan dengan fluktuasi ekonomi dunia, telah
menurunkan batas (marjin) laba. Pada waktu yang bersamaan, kebutuhan akan
otomasi dan pemekanisan mendorong pengeluaran
biaya yang besar untuk proses dan perlengkapan yang baru. Penambahan investasi
pabrik, harus dibayar melalui naiknya produktivitas menimbulkan kerugian yang
besar dalam berproduksi disebabkan oleh barang cacat dan pengulangkerjaan yang
sangat serius. Kenyataan ini memfokuskan perhatian pada manajer pada bidang
biaya kualitas sebagai salah satu dari “titik lunak” tempat biaya operasi dan
kerugian dapat diturunkan untuk memperbaiki laba.
3. Management (manajemen)
Tanggung
jawab kualitas telah didistribusikan antara beberapa kelompok khusus. Sekarang
bagian pemasaran melalui fungsi perencanaan produknya, harus membuat
persyaratan produk. Bagian perancangan bertanggung jawab merancang produk yang
akan memenuhi persyaratan itu. Bagian produksi mengembangkan dan memperbaiki
kembali proses untuk memberikan kemampuan yang cukup dalam membuat produk
sesuai dengan spesifikasi rancangan. Bagian pengendalian kualitas merencanakan
pengukuran kualitas pada seluruh aliran proses yang menjamin bahwa hasil akhir
memenuhi persyaratan kualitas dan kualitas pelayanan, setelah produk sampai
pada konsumen menjadi bagian yang penting dari paket produk total. Hal ini
telah menambah beban manajemen puncak, khususnya bertambahnya kesulitan dalam
mengalokasikan tanggung jawab yang tepat untuk mengoreksi penyimpangan dari
standar kualitas.
3. Men (Manusia)
Pertumbuhan
yang cepat dalam pengetahuan teknis dan penciptaan seluruh bidang baru seperti
elektronika komputer menciptakan suatu permintaan yang besar akan pekerja
dengan pengetahuan khusus. Pada waktu yang sama situasi ini menciptakan
permintaan akan ahli teknik sistem yang akan mengajak semua bidang spesialisasi
untuk bersama merencanakan, menciptakan dan mengoperasikan berbagai sistem yang
akan menjamin suatu hasil yang diinginkan.
4. Motivation ( Motivasi )
Penelitian
tentang motivasi manusia menunjukkan bahwa sebagai hadiah tambahan uang, para
pekerja masa kini memerlukan sesuatu yang memperkuat rasa keberhasilan di dalam
pekerjaan mereka dan pengakuan bahwa mereka secara pribadi memerlukan sumbangan
atas tercapainya tujuan perusahaan. Hal ini membimbing ke arah kebutuhan yang
tidak ada sebelumnya yaitu pendidikan kualitas dan komunikasi yang lebih baik
tentang kesadaran kualitas.
5. Material ( Bahan )
Disebabkan
oleh biaya produksi dan persyaratan kualitas, para ahli teknik memilih bahan
dengan batasan yang lebih ketat daripada sebelumnya. Akibatnya spesifikasi
bahan menjadi lebih ketat dan keanekaragaman bahan menjadi lebih besar.
6. Machine and Mechanization (Mesin dan
Mekanisasi)
Permintaan
perusahaan untuk mencapai penurunan biaya dan volume produksi untuk memuaskan
pelanggan telah mendorong penggunaan perlengkapan pabrik yang menjadi lebih
rumit dan tergantung pada kualitas bahan yang dimasukkan ke dalam mesin
tersebut. Kualitas yang baik menjadi faktor yang kritis dalam memelihara waktu
kerja mesin agar fasilitasnya dapat digunakan sepenuhnya.
2.1.
Pengendalian Kualitas
2.1.1 Pengertian Pengendalian Kualitas
Persaingan di dunia usaha yang semakin ketat dewasa ini
mendorong perusahaan untuk lebih mengembangkan pemikiran-pemikiran untuk
memperoleh cara yang efektif dan efisien dalam mencapai sasaran dan tujuan yang
telah ditetapkan. Perusahaan membutuhkan suatu cara yang dapat mewujudkan
terciptanya kualitas yang baik pada produk yang dihasilkannya serta menjaga
konsistensinya agar tetap sesuai dengan tuntutan pasar yaitu dengan menerapkan
sistem pengendalian kualitas (quality control) atas aktivitas proses
yang dijalani. Pengendalian kualitas merupakan alat bagi manajemen untuk
memperbaiki kualitas produk bila diperlukan.
Dalam menjalankan aktivitas, pengendalian kualitas merupakan
salah satu teknik yang perlu dilakukan mulai dari sebelum proses produksi
berjalan, pada saat proses produksi, hingga proses produksi berakhir dengan
menghasilkan produk akhir. Pengendalian kualitas dilakukan agar dapat
menghasilkan produk berupa barang atau jasa yang sesuai dengan standar yang
diinginkan dan direncanakan, serta memperbaiki kualitas produk yang belum
sesuai dengan. standar yang telah ditetapkan dan sedapat mungkin mempertahankan
kualitas yang telah sesuai.
Ada
beberapa pengertian tentang pengendalian kualitas antara lain :
1. Menurut
Sofjan Assauri (1998:210) pengendalian mutu merupakan usaha untuk
mempertahankan mutu/kualitas dari barang yang dihasilkan, agar sesuai dengan
spesifikasi produk yang telah ditetapkan berdasarkan kebijaksanaan pimpinan
perusahaan.
2. Menurut
Vincent Gasperz (2005:480), “Quality control is the operational techniques
and activities used to fulfill requirements for quality”
3. Pengendalian
kualitas merupakan alat penting bagi manajemen untuk memperbaiki kualitas
produk bila diperlukan, mempertahankan kualitas, yang sudah tinggi dan
mengurangi jumlah barang yang rusak (Reksohadiprojo, 2000 :245).
Berdasarkan pengertian
di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pengendalian kualitas adalah suatu
teknik dan aktivitas/ tindakan yang terencana yang dilakukan untuk mencapai,
mempertahankan dan meingkatkan kualitas suatu produk dan jasa agar sesuai
dengan standar yang telah ditetapkan dan dapat memenuhi kepuasan konsumen.
2.2.2 Tujuan Pengendalian Kualitas
Tujuan
dari pengendalian kualitas menurut Sofjan Assauri (1998:210) adalah:
1. Agar
barang hasil produksi dapat mencapai standar kualitas yang telah ditetapkan .
2. Mengusahakan
agar biaya inspeksi dapat menjadi sekecil mungkin.
3. Mengusahakan
agar biaya desain dari produk dan proses dengan menggunakan kualitas produksi
tertentu dapat menjadi sekecil mungkin.
4. Mengusahakan
agar biaya produksi dapat menjadi serendah mungkin.
Tujuan utama pengendalian kualitas adalah untuk mendapatkan
jaminan bahwa kualitas produk atau jasa yang dihasilkan sesuai dengan standar
kualitas yang telah ditetapkan dengan mengeluarkan biaya yang ekonomis atau
serendah mungkin.
Pengendalian
kualitas tidak dapat dilepaskan dari pengendalian produksi, karena pengendalian
kualitas merupakan bagian dari pengendalian produksi. Pengendalian produksi
baik secara kualitas maupun kuantitas merupakan kegiatan yang sangat penting
dalam suatu perusahaan. Hal ini disebabkan karena semua kegiatan produksi yang
dilaksanakan akan dikendalikan, supaya barang dan jasa yang dihasilkan sesuai
dengan rencana yang telah ditetapkan, dimana penyimpangan-penyimpangan yang
terjadi diusahakan serendah-rendahnya.
Pengendalian kualitas juga menjamin barang atau jasa yang
dihasilkan dapat dipertanggungjawabkan seperti halnya pada pengendalian
produksi. Dengan demikian antara pengendalian produksi dan pengendalian
kualitas erat kaitannya dalam pembuatan barang.
2.2.3 Pendekatan
Pengendalian Kualitas
Untuk melaksanakan pengendalian di dalam suatu perusahaan,
maka manajemen perusahaan perlu menerapkan melalui apa pengendalian kualitas
tersebut akan dilakukan. Hal ini disebabkan, faktor yang menentukan atau berpengaruh
terhadap baik dan tidaknya kualitas produk perusahaan terdiri dari beberapa
macam misal bahan bakunya, tenaga kerja, mesin dan peralatan produksi yang
digunakan, di mana faktor tersebut akan mempunyai pengaruh yang berbeda, baik
dalam jenis pengaruh yang ditimbulkan maupun besarnya pengaruh yang
ditimbulkan. Dengan demikian agar pengendalian kualitas yang dilaksanakan dalam
perusahaan tepat mengenai sasarannya serta meminimalkan biaya pengendalian
kualitas, perlu dipilih pendekatan yang tepat bagi perusahaan. (Ahyari,
1990:225-325) :
A.
Pendekatan Bahan Baku
Di dalam
perusahaan, umumnya baik dan buruknya kualitas bahan baku mempunyai pengaruh
cukup besar terhadap kualitas produk akhir, bahkan beberapa jenis perusahaan
pengaruh kualitas bahan baku yang digunakan untuk pelaksanakan proses produksi
sedemikian besar sehingga kualitas produk akhir hampir seluruhnya ditentukan
oleh bahan baku yang digunakan. Bagi beberapa perusahaan yang memproduksi suatu
produk dimana karakteristik bahan baku akan menjadi sangat penting di dalam
perusahaan tersebut. Dalam pendekatan bahan baku, ada beberapa hal yang
sebaiknya dikerjakan manajemen perusahaan agar bahan baku yang diterima dapat
dijaga kualitasnya.
1. Seleksi Sumber Bahan baku (Pemasok)
Untuk
pengadaan bahan baku umumnya perusahaan melakukan pemesanan kepada perusahaan
lain (sebagai perusahaan pemasok). Pelaksanakan seleksi sumber bahan baku dapat
dilakukan dengan cara melihat pengalaman
hubungan perusahaan pada waktu yang lalu atau mengadakan
evaluasi pada perusahaan pemasok bahan dengan menggunakan daftar pertanyaan
atau dapat lebih diteliti dengan melakukan penelitian kualitas perusahaan
pemasok.
2. Pemeriksaan Dokumen Pembelian
Setelah menentukan perusahaan pemasok, hal berikutnya yang
perlu dilaksanakan adalah pemeriksaan dokumen pembelian yang ada. Oleh karena
itu dokumen pembelian nantinya menjadi referensi dari pembelian yang
dilaksanakan tersebut, maka dalam penyusunan dokumen pembelian perlu dilakukan
dengan teliti. Beberapa hal yang diperiksa meliputi tingkat harga bahan baku,
tingkat kualitas bahan, waktu pengiriman bahan, pemenuhan spesifikasi bahan.
3. Pemeriksaan Penerimaan Bahan
Apabila
dokumen pembelian yang disusun cukup lengkap maka pemeriksaan penerimaan bahan
dapat didasarkan pada dokumen pembelian tersebut. Beberapa permasalahan yang
perlu diketahui dalam hubungannya dengan kegiatan pemeriksaan bahan baku di
dalam gudang perusahaan antara lain rencana pemeriksaan, pemeriksaan dasar,
pemeriksaan contoh bahan, catatan pemeriksaan dan penjagaan gudang.
B.
Pendekatan Proses Produksi
Pada
beberapa perusahaaan proses produksi akan lebih banyak menentukan kualitas
produk akhir. Artinya di dalam perusahaan ini meskipun bahan baku yang
digunakan untuk keperluan proses produksi bukan bahan baku dengan kualitas
prima, namun apabila proses produksi diselenggarakan dengan sebaik-baiknya maka
dapat diperoleh produk dengan kualitas yang baik pula. Pengendalian kualitas
produk yang dihasilkan perusahaan tersebut lebih baik bila dilaksanakan dengan
menggunakan pendekatan proses produksi yang disesuaikan dengan pelaksanaan
proses produksi di dalam perusahaan. Pada umumnya pelaksanaan pengendalian
kualitas proses produksi di dalam perusahaan dipisahkan menjadi 3 tahap :
1.
Tahap persiapan
Pada
tahap ini akan dipersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan pelaksanaan
pengendalian proses tersebut. Kapan pemeriksaan dilaksanakan, berapa kali
pemeriksaan proses produksi dilakukan pada umumnya akan ditentukan pada tahap
ini.
2.
Tahap Pengendalian Proses.
Dalam
tahap ini, upaya yang dilakukan adalah mencegah agar jangan sampai terjadi
kesalahan proses yang mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas produk.
Apabila terjadi kesalahan proses produksi maka secepat mungkin kesalahan
tersebut diperbaiki sehingga tidak mengakibatkan
kerugian
yang lebih besar atau barang dalam proses tersebut dikeluarkan dari proses
produksi dan diperlakukan sebagai produk yang gagal.
3. Tahap
Pemeriksaan Akhir
Pada tahap ini merupakan pemeriksaan yang terakhir dari
produk yang ada dalam proses produksi sebelum dimasukkan ke gudang barang jadi
atau dilempar ke pasar melalui distributor produk perusahaan.
C. Pendekatan Produk Akhir
Pendekatan produk akhir merupakan upaya perusahaan untuk
mempertahankan kualitas produk yang dihasilkannya dengan melihat produk akhir
yang menjadi hasil dari perusahaan tersebut. Dalam pendekatan ini perlu
dibicarakan langkah yang diambil untuk dapat mempertahankan produk sesuai
dengan standar kualitas yang berlaku. Pelaksanaan pengendalian kualitas dengan
pendekatan produk akhir dapat dilakukan dengan cara memeriksa seluruh produk
akhir yang akan dikirimkan kepada para distributor atau toko pengecer. Dengan
demikian apabila ada produk yang cacat atau mempunyai kualitas di bawah standar
yang ditetapkan, maka perusahaan dapat memisahkan produk ini dan tidak ikut
dikirimkan kepada para konsumen.
Untuk masalah kerusakan produk, perusahaan harus mengambil
tindakan yang tepat bagi peningkatan kualitas produk akhir serta kelangsungan
hidup perusahaan tersebut. Oleh sebab itu perusahaan harus mengumpulkan
informasi tentang berbagai macam keluhan konsumen. Kemudian diadakan analisa
tentang berbagai kelemahan
dan kekurangan produk perusahaan sehingga untuk proses
berikutnya kualitas produk dapat lebih dipertanggungjawabkan.
2.3 Six sigma
2.3.1 Pengertian Six sigma
Six sigma adalah bertujuan yang hampir sempurna dalam
memenuhi persyaratan pelanggan (Pande dan Cavanagh, 2002: 9). Menurut Gaspersz
(2005:310) six sigma adalah suatu visi peningkatan kualitas menuju
target 3,4 kegagalan per sejuta kesempatan untuk setiap transaksi produk barang
dan jasa. Jadi six sigma merupakan suatu metode atau teknik pengendalian
dan peningkatan kualitas dramatis yang merupakan terobosan baru dalam bidang
manajemen kualitas.
Pada dasarnya pelanggan akan merasa puas apabila mereka
menerima nilai yang diharapkan mereka. Apabila produk diproses pada tingkat
kualitas Six sigma, maka perusahaan boleh mengharapkan 3,4 kegagalan per
sejuta kesempatan atau mengharapkan bahwa 99,99966 persen dari apa yang
diharapkan pelanggan akan ada dalam produk itu. Menurut Gaspersz (2005:310)
terdapat enam aspek kunci yang perlu diperhatikan dalam aplikasi konsep Six
sigma, yaitu :
1. Identifikasi
pelanggan
2. Identifikasi
produk
3. Identifikasi
kebutuhan dalam memeroduksi produk untuk pelanggan
4. Definisi
proses
5. Menghindari
kesalahan dalam proses dan menghilangkan semua pemborosan yang ada
6. Tingkatkan
proses secara terus menerus menuju target Six sigma
Menurut Gaspersz (2005:310) apabila konsep Six
sigma akan ditetapkan dalam bidang manufakturing, terdapat enam aspek yang
perlu diperhatikan yaitu:
1. Identifikasi
karakteristik produk yang memuaskan pelanggan (sesuai kebutuhan dan ekspetasi
pelanggan).
2. Mengklasifikasikan
semua karakteristik kualitas itu sebagai CTQ (Critical-To-Quality) individual
3. Menentukan
apakah setiap CTQ tersebut dapat dikendalikan melalui pengendalian material,
mesin proses kerja dan lain-lain.
4. Menentukan
batas maksimum toleransi untuk setiap CTQ sesuai yang diinginkan pelanggan
(menentukan nilai UCL dan LCL dari setiap CTQ).
5. Menentukan
maksimum variasi proses untuk setiap CTQ (menentukan nilai maksimum standar
deviasi untuk setiap CTQ ).
6. Mengubah
desain produk dan / atau proses sedemikian rupa agar mampu mencapai nilai
target Six sigma.
2.3.2 Tahap-Tahap Implementasi Pengendalian
Kualitas dengan Six sigma
Menurut Pete dan Holpp (2002:45-58), tahap-tahap implementasi
peningkatan kualitas dengan Six sigma terdiri dari lima langkah yaitu
menggunakan metode DMAIC atau Define, Measure, Analyse, Improve, and Control.
A. Define
Define
adalah penetapan sasaran dari aktivitas peningkatan kualitas Six sigma.
Langkah ini untuk mendefinisikan rencana-rencana tindakan yang harus dilakukan
untuk melaksanakan peningkatan dari setiap tahap proses bisnis kunci (Gaspersz,
2005: 322). Tanggung jawab dari definisi proses bisnis kunci berada pada
manajemen.
Menurut
Pande dan Cavanagh (2002:166) tiga aktivitas utama yang berkaitan dengan
mendefinisikan proses inti dan para pelanggan adalah
1. Mendefinisikan
proses inti mayor dari bisnis.
2. Menentukan
output kunci dari proses inti tersebut, dan para pelanggan kunci yang mereka
layani.
3. Menciptakan
peta tingkat tinggi dari proses inti atau proses strategis.
Termasuk dalam langkah definisi ini adalah menetapkan sasaran
dari aktivitas peningkatan kualitas six sigma itu. Pada tingkat
manajemen puncak, sasaran-sasaran yang ditetapkan akan menjadi tujuan strategi
dari organisasi seperti: meningkatkan return on investement (ROI) dan
pangsa pasar. Pada tingkat oprasional, sasaran mungkin untuk meningkatkan
output produksi, produktivitas, menurunkan produk cacat, biaya oprasional. Pada
tingkat proyek, sasaran juga dapat serupa dengan tingkat oprasional, seperti:
menurunkan tingkat cacat produk, menurunkan downtime mesin, meningkatkan
output dari setiap proses produksi.
B.
Measure
Measure
merupakan tindak lanjut logis terhadap langkah define dan merupakan
sebuah jembatan untuk langkah berikutnya. Menurut Pete dan Holpp (2002: 48)
langkah measure mempunyai dua sasaran utama yaitu:
1. Mendapatkan
data untuk memvalidasi dan mengkualifikasikan masalah dan peluang. Biasanya ini
merupakan informasi kritis untuk memperbaiki dan melengkapi anggaran dasar
proyek yang pertama.
2. Memulai
menyentuh fakta dan angka-angka yang memberikan petunjuk tentang akar masalah.
Measure merupakan langkah oprasional yang kedua dalam
program peningkatan kualitas Six sigma. Terdapat tiga hal pokok yang
harus dilakukan, yaitu:
1. Memilih atau menentukan karakteristik kualitas
(Critical to Quality) kunci.
Penetapan
Critical to Quality kunci harus disertai dengan pengukuran yang dapat
dikuantifikasikan dalam angka-angka. Hal ini bertujuan agar tidak menimbulkan
persepsi dan interprestasi yang dapat saja salah bagi setiap orang dalam proyek
Six sigma dan menimbulkan kesulitan dalam pengukuran karakteristik
kualitas keandalan. Dalam mengukur karakteristik kualitas, perlu diperhatikan
aspek internal (tingkat kecacatan produk, biaya-biaya karena kualitas jelek dan
lain-lain) dan aspek eksternal organisasi (kepuasan pelanggan, pangsa pasar dan
lain-lain).
2. Mengembangkan
rencana pengumpulan data
Pengukuran
karakteristik kualitas dapat dilakukan pada tingkat, yaitu
a) Pengukuran pada tingkat proses (process
level)
Mengukur setiap langkah atau aktivitas dalam proses dan karakteristik
kualitas input yang diserahkan oleh pemasok (supplier) yang mengendalikan dan
memengaruhi karakteristik kualitas output yang diinginkan
b) Pengukuran pada tingkat output (output
level)
Adalah mengukur karakteristik kualitas output yang dihasilkan dari suatu
proses dibandingkan dengan spesifikasi karakteristik kualitas yang diinginkan
oleh pelanggan.
c)
Pengukuran pada tingkat outcome (outcome level)
Adalah mengukur bagaimana baiknya suatu produk (barang dan atau jasa) itu
memenuhi kebutuhan spesifik dan ekspektasi rasional dari pelanggan.
3. Pengukuran baseline kinerja pada
tingkat output
Karena
proyek peningkatan kualitas Six sigma yang ditetapkan akan difokuskan
pada upaya peningkatan kualitas menuju ke arah zero defect sehingga
memberikan kepuasan total kepada pelanggan, maka sebelum proyek dimulai, kita
harus mengetahui tingkat kinerja yang sekarang atau dalam terminology Six
sigma
disebut sebagai baseline kinerja, sehingga kemajuan peningkatan yang
dicapai setelah memulai proyek Six sigma dapat diukur selama masa
berlangsungnya proyek Six sigma.
Pengukuran
pada tingkat output ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana output akhir
tersebut dapat memenuhi kebutuhan spesifik pelanggan sebelum produk tersebut
diserahkan kepada pelanggan.
C. Analyze
Merupakan
langkah operasional yang ketiga dalam program peningkatan kualitas six sigma.
Ada beberapa hal yang harus dilakukan pada tahap ini yaitu :
1. Menentukan stabilitas dan kemampuan (
kapabilitas) proses
Proses
industri dipandang sebagai suatu peningkatan terus menerus (continous improvement)
yang dimulai dari sederet siklus sejak adanya ide ide untuk menghasilkan
suatu produk (barang dan atau jasa), pengembangan produk, proses
produksi/operasi, sampai kepada distribusi kepada pelanggan. Target six
sigma adalah membawa proses industri yang memiliki stabilitas dan kemampuan
sehingga mencapai zero defect. Dalam menentukan apakah suatu proses
berada dalam kondisi stabil dan mampu akan dibutuhkan alat-alat statistik sebagai
alat analisis. Pemahaman yang baik tentang metode-metode statistik dan perilaku
proses industri akan meningkatkan kinerja sistem industri secara terus-menerus
menuju zero defect.
2. Menetapkan target kinerja dari karakteristik
kualitas (CTQ) kunci
Secara
konseptual penetapan target kinerja dalam proyek peningkatan kualitas Six
sigma merupakan hal yang sangat penting dan harus mengikuti prinsip :
a) Spesific,
yaitu target kinerja dalam proyek peningkatan kualitas Six sigma harus
bersifat spesifik dan dinyatakan secara tegas.
b) Measureable,
target kinerja dalam proyek peningkatan kualitas Six sigma harus
dapat diukur menggunakan indikator pengukuran (matrik) yang tepat, guna
mengevaluasi keberhasilan, peninjauan ulang, dan tindakan perbaikan di waktu
mendatang.
c) Achievable,
target kinerja dalam proyek peningkatan kualitas harus dapat dicapai
melalui usaha-usaha yang menantang (challenging efforts).
d) Result-Oriented,
yaitu target kinerja dalam proyek peningkatan kualitas Six sigma harus
berfokus pada hasil-hasil berupa peningkatan kinerja yang telah didefinisikan
dan ditetapkan.
e) Time-Bound,
target kinerja dalam proyek peningkatan kualitas Six sigma harus
menetapkan batas waktu pencapaian target kinerja dari setiap karakteristik kualitas.
f) Time-Bound,
target kinerja dalam proyek peningkatan kualitas Six sigma harus
menetapkan batas waktu pencapaian target kinerja dari setiap karakteristik
kualitas. (CTQ) kunci itu dan target kinerja harus dicapai pada batas waktu
yang telah ditetapkan (tepat waktu).
3. Mengidentifikasi sumber-sumber dan akar
penyebab masalah kualitas.
Untuk
mengidentifikasi masalah dan menemukan sumber penyebab masalah kualitas,
digunakan alat analisis diagram sebab akibat atau diagram tulang ikan. Diagram
ini membentuk cara-cara membuat produk-produk yang lebih baik dan mencapai
akibatnya (hasilnya).
Gambar 2.1 Diagram Sebab Akibat (Gaspersz, 2005:243)
Sumber penyebab masalah kualitas yang ditemukan berdasarkan
prinsip 7 M, yaitu : (Gasperz, 2005:241-243)
a. Manpower
(tenaga kerja), berkaitan dengan kekurangan dalam pengetahuan, kekurangan
dalam ketrampilan dasar akibat yang berkaitan dengan mental dan fisik,
kelelahan, stress, ketidakpedulian, dll.
b. Machiness
(mesin) dan peralatan, berkaitan dengan tidak ada sistem perawatan
preventif terhadap mesim produksi, termasuk fasilitas dan peralatan lain tidak
sesuai dengan spesifikasi tugas, tidak dikalibrasi, terlalu complicated, terlau
panas, dll.
b. Methods
(metode kerja), berkaitan dengan tidak adanya prosedur dan metode kerja
yang benar, tidak jelas, tidak diketahui, tidak terstandarisasi, tidak cocok, dll.
c. Materials
(bahan baku dan bahan penolong), berkaitan dengan ketiadaan spesifikasi
kualitas dari bahan baku dan bahan penolong yang ditetapkan, ketiadaan
penanganan yang efektif terhadap bahan baku dan bahan penolong itu, dll.
d. Media,
berkaitan dengan tempat dan waktu kerja yang tidak memerhatikan aspek-aspek
kebersihan, kesehatan dan keselamatan kerja, dan lingkungan kerja yang
konduktif, kekurangan dalam lampu penerangan, ventilasi yang buruk, kebisingan
yang berlebihan, dll.
e. Motivation
(motivasi), berkaitan dengan ketiadaan sikap kerja yang benar dan
professional, yang dalam hal ini disebabkan oleh sistem balas jasa dan
penghargaan yang tidak adil kepada tenaga kerja.
f. Money
(keuangan), berkaitan dengan ketiadaan dukungan financial (keuangan) yang
mantap guna memperlancar proyek peningkatan kualitas Six sigma yang akan
ditetapkan
D. Improve
Pada langkah ini diterapkan suatu rencana tindakan untuk
melaksanakan peningkatan kualitas Six sigma. Rencana tersebut
mendeskripsikan tentang
alokasi
sumber daya serta prioritas atau alternatif yang dilakukan. Tim peningkatan
kualitas Six sigma harus memutuskan target yang harus dicapai, mengapa
rencana tindakan tersebut dilakukan, dimana rencana tindakan itu akan
dilakukan, bilamana rencana itu akan dilakukan, siapa penanggungjawab rencana
tindakan itu, bagaimana melaksanakan rencana tindakan itu dan berapa besar
biaya pelaksanaannya serta manfaat positif dari implementasi rencana tindakan
itu. Tim proyeksi Sigma telah mengidentifikasikan sumber-sumber dan akar
penyebab masalah kualitas sekaligus memonitor efektifitas dari rencana tindakan
yang akan dilakukan di sepanjang waktu. Efektivitas dari rencana tindakan yang
dilakukan akan tampak dari penurunan persentase biaya kegagalan kualitas (COPQ)
terhadap nilai penjualan total sejalan dengan meningkatnya kapabilitas Sigma.
Seyogyanya setiap rencana tindakan yang diimplementasikan harus dievaluasi
tingkat efektivitasnya melalui pencapaian target kinerja dalam program
peningkatan kualitas Six sigma yaitu menurunkan DPMO menuju target
kegagalan nol (zero defect oriented) atau mencapai kapabilitas proses
pada tingkat lebih besar atau sama dengan 6-Sigma, serta mengkonversikan
manfaat hasil-hasil ke dalam penurunan persentase biaya kegagalan kualitas (COPQ).
E. Control
Menurut Susetyo (2011:61-53), Control merupakan tahap
operasional terakhir dalam upaya peningkatan kualitas berdasarkan Six sigma.
Pada tahap ini hasil peningkatan kualitas didokumentasikan dan disebarluaskan,
praktik-praktik terbaik yang sukses dalam peningkatan proses distandarisasi dan
disebarluaskan, prosedur
didokumentasikan
dan dijadikan sebagai pedoman standar, serta kepemilikan atau tanggung jawab
ditransfer dari tim kepada pemilik atau penanggung jawab proses.
Terdapat dua alasan dalam melakukan standarisasi, yaitu:
1. Apabila
tindakan peningkatan kualitas atau solusi masalah itu tidak distandarisasikan,
terdapat kemungkinan bahwa setelah periode waktu tertentu, manajemen dan
karyawan akan menggunakan kembali cara kerja yang lama sehingga memunculkan
kembali masalah yang telah terselesaikan itu.
2. Apabila
tindakan peningkatan kualitas atau solusi masalah itu tidak distandarisasikan
dan didokumentasikan, maka terdapat kemungkinan setelah periode waktu tertentu
apabila terjadi pergantian manajemen dan karyawan, orang baru akan menggunakan
cara kerja yang akan memunculkan kembali masalah yang sudah pernah
terselesaikan oleh manajemen dan karyawan terdahulu.
BAB III
METODOLOGI PENILITIAN
METODOLOGI PENILITIAN
3.1 Kerangka Pemikiran
Dari studi pendahuluan pada awal
penelitian yaitu terdapat banyaknya cacat produk mengharuskan perusahaan untuk
melakukan program peningkatan kualitas agar produk yang dihasilkan sesuai
dengan keinginan konsumen. Kerangka pemikiran yang digunakan dalam penelitian
ini untuk menggambarkan bagaimana pengendalian kualitas yang dilakukan dengan
metode six sigma dapat bermanfaat dalam menganalisis tingkat kerusakan
produk yang dihasilkan oleh PT JAMU JAGO Berdasarkan tinjauan landasan teori
dan penelitian awal pada perusahaan , maka dapat disusun kerangka dalam
penelitian ini, seperti tersaji dalam gambar 3.1 berikut:
Gambar 3.1 Kerangka berpikir
3.2 Langkah Penelitian
Langkah-langkah penelitian yang
dilakukan dalam melaksanakan penelitian ini terdiri dari beberapa tahap yaitu:
1. Tahap
penelitian awal
2. Tahap
perencangan program pengendalian dan peningkatan kualitas dengan metode six sigma
3. tahap analisa
dan pembahasan
4. Tahap
kesimpulan dan saran
3.3 Rancangan Penelitian
3.3.1 Tahap Penelitian Awal
Pada tahap ini
akan dilakukan mengidentifikasi permasalahan dalam perusahaan, menetapkan
tujuan penelitian, studi lapangan dan studi literature.
1. Mengidentifikasi Permasalahan Penelitian
Dalam tahap ini
dilakukan studi pendahuluan untuk menentukan topic yang akan diteliti.
Penelitian akan membahas kualitas produk khususnya pada produk X . Permasalahan
utama pada PT JAMU JAGO ini adalah cara meningkatkan standar produksi untuk
meminimasi kegagalan produk
Pada penelitian ini
akan diketahui penyebab terjadinya kegagalan produk agar dapat dilakukan
perbaikan untuk mengurangi kegagalan tersebut, sehingga dapat meningkatkan
kepuasan pelanggan. Untuk mencapai hal tersebut maka diperlukan identifikasi
jenis kegagalan produk sehingga dapat dilakukan perbaikan-perbaikan pada proses
produksi perusahaan.
2. Menetapkan Tujuan Penelitian
Penelitian ini
bertujuan untuk mengukur tingkat sigma perusahaan, menganalisa faktor-faktor
penyebab kegagalan,serta merencanakan perbaikan untuk meningkatkan kualitas
produk
3.
Studi Lapangan
Studi lapangan ini bertujuan untuk mengetahui kondisi
lapangan yang sebenarnya, pada studi ini akan didapatkan
permasalahan-permasalahan yang terjadi di lapangan. Permasalahan yang terjadi
tersebut akan diidentifikasi sehingga didapat penyebab yang paling berpengaruh
dalam terjadinya kegagalan produk.
4. Studi Literatur
Studi literatur
dilakukan untuk mengetahui mengenai metode yang digunakan untuk mengolah data
dan memecahkan masalah yang terjadi, studi literatur ini didapatkan dari buku
referensi, jurnal, dan informasi lainnya. Studi literatur juga bisa dijadikan
pedoman dalam menyusun penelitian dan dasar teori sesuai dengan permasalahan
yang dihadapi
3.3.2 Tahap
Perancangan Program Pengendalian dan
Peningkatan Kualitas dengan Metode six
sigma
Pada tahap ini terdapat empat langkah yang dilakukan untuk merancang program
peningkatan kualitas dengan metode six
sigma, tahap control tidak
dimasukkan karena membutuhkan jangka waktu yang lama untuk membuktikan
keberhasilan program tersebut. Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut:
A.Define
Pada
tahapan ini ditentukan proporsi defect yang menjadi penyebab paling
signifikan terhadap adanya kerusakan yang merupakan sumber kegagalan produksi.
Cara yang ditempuh meliputi Mendefinisikan masalah standar kualitas dalam
menghasilkan produk yang telah ditentukan perusahaan, mendefinisikan rencana
tindakan yang harus dilakukan berdasarkan hasil observasi dan analisis
penelitian, menetapkan sasaran dan tujuan peningkatan kualitas Six sigma berdasarkan
hasil observasi.
B. Measure
1. Menentukan
karakteristik yang berhubungan penting dengan kepuasan pelanggan. Karakteristik
kualitas kunci adalah atribut yang diperhatikan karena berkaitan dengan
kebutuhan dan kepuasan pelanggan yang berkaitan dengan produk, proses.
2. Mengembangkan
suatu rencana pengumpulan data melalui pengukuran yang dapat dilakukan pada
tingkat proses, output atau outcome.
3. Mengukur
kinerja sekarang yaitu tingkat DPMO dan sigma produk. Hal ini akan
menggambarkan sejauh mana produk yang dihasilkan tersebut akan menghasilkan
cacat produk
C. Analyze
1. Menentukan
stabilitas dan kemampuan proses yaitu suatu kinerja yang menunjukkan proses
mampu menghasilkan sesuai dengan spesifikasi produk yang telah ditetapkan.
2. Menetapkan
target-target kinerja dari karakteristik kualitas kunci ( CTQ ) yang akan
ditingkatkan dalam program six sigma
3. Mengidentifikasi
sumber-sumber dan faktor penyebab kegagalan produk
D. Improve
Merupakan
tahap peningkatan kualitas Six sigma dengan melakukan pengukuran (lihat
dari peluang, kerusakan, proses kapabilitas saat ini), rekomendasi ulasan
perbaikan, menganalisa kemudian tindakan perbaikan dilakukan.
3.3.3 Analisa dan Pembahasan
Melakukan analisa program peningkatan kualitas dengan six sigma setelah melakukan tahapan
diatas. Analisis yang dilakukan adalah analisis define, measure, analyze, dan improve.
3.3.4 Kesimpulan dan Saran
Tahap terakhir dalam penelitian ini adalah kesimpulan dan
saran mengenai penjelasan dan kesimpulan apa yang telah dilakukan beserta hasil
yang didapatkan pada penelitian. Pada tahap ini juga berisi saran yang
diusulkan peneliti untuk meningkatkan kualitas.
3.4 Pengumpulan Data
3.4.1 Jenis Data yang Dibutuhkan
Jenis
data yang diperlukan dalam penelitian ini dibagai menjadi 2 bagian yaitu
Tabel 3.1 Pengumpulan Jenis Data
No
|
Jenis Data
|
Indikator
|
Parameter
|
1
|
Primer
|
Pemiliihan Proses Kunci
|
Usaha yang dilakukan PT JAMU JAGO untuk meningkatkan kualitas
|
Tingkat Kualitas produk
|
Jumlah produk per hari dan jumlah produk cacat
|
||
2
|
Sekunder
|
Produk Cacat
|
Jumlah produk cacat
|
Proses produksi
|
Diagram alir produksi
|
3.4.2 Diagram alir
Diagram alir pada langkah-langkah
dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar 3.2 berikut:
Gambar 3.2 Diagram Alir Metodologi Penelitian
DAFTAR PUSTAKA
Ahyari, 1990. Manajemen
Produksi. Yogjakarta : Edisi keempat. Jilid kedua. BPFE.
Feigenbaum, Armand
V, 2002. Kendali Mutu Terpadu. Jakarta : Edisi ketiga. Erlangga.
Gasperz, Vincent.
2005. Total Quality Management. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka
Utama.
Heizer, Jay and
Barry Render. 2006. Operations Management (Manajemen Operasi). Jakarta
: Salemba Empat.
Latief, Y. &
R. P. Utami. 2009. Penerapan Pendekatan Metode Six Sigma Dalam Penjagaan
Kualitas Pada Proyek Konstruksi. Makara Teknologi. Volume 13 No.2 67-72.
Universitas Indonesia, Depok
Nasution, M. N..
2005. Manajemen Mutu Terpadu. Bogor : Ghalia Indonesia.
Pande, Neumann, Roland
R.Cavanagh.2002. The Six sigmaWay Bagaimana GE, Motorola & Perusahaan
Terkenal Lainnya Mengasah Kinerja Mereka. Yogjakarta : ANDI.
Pete & Holpp.
2002. What Is Six Sigma. Yogjakarta : ANDI.
Prawirosentono,
Suyadi. 2007. Filosofi Baru Tentang Manajemen Mutu Terpadu Abad 21 “Kiat
Membangun Bisnis Kompetitif”. Jakarta : Bumi Aksara.
Reksohadiprojo,
Soekanto & Indriyo GitoSudarmo. 2000. Manajemen Produksi. Yogjakarta
: Edisi keempat. BPFE.
Sugiyono. 2004. Metode
Penelitian Bisnis. Bandung : CV Alfabeta
Susetyo, Joko
2011. Aplikasi Six Sigma DMAIC Dan Kaizen Sebagai Metode Pengendalian Dan
Perbaikan Kualitas Produk. Jurnal Teknologi. Volume 4 No.1 61-53.
Institut sains & Teknologi AKPRIND, Yogyakarta
Post a Comment for "Usulan Peningkatan Kualitas Produk Jamu Dengan Menggunakan Metode Six sigma Di PT JAMU JAGO Semarang"