Usulan Penerapan Rekayasa Nilai pada Produk Single Sink Table Without Splashback dengan Value Study Analysis
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang Masalah
Usaha manufaktur yang tumbuh hingga 5,56% pada
Februari 2012 oleh Badan Pusat Statistik, maka menurut Tedjakusuma, dkk.
(2001), perusahaan dituntut untuk selalu mengevaluasi karakteristik produk baik
mengenai penampilan, gaya, mutu dan harga dari produk tersebut. Tidak
terkecuali PT NI yang terletak di Kawasan Industri Terboyo Megah Semarang.
Segmentasi penjualan produk PT NI terletak pada proyek pengadaan kitchen set baik pemerintah maupun
swasta, industri hotel dan restoran serta penjualan retail untuk rumah tangga.
Penjualan
produk PT Nayati Indonesia yang paling utama sebenarnya terletak pada jumlah
proyek pengadaan kitchen set baik
pemerintah maupun swasta. Namun,
menurut penelitian yang pernah dilakukan oleh Setyohadi (2000), dari seluruh
pelelangan yang ada rata-rata per tahunnya, PT Nayati Indonesia hanya dapat
mengikuti sekitar 50% nya dan dari pelelangan pengadaan yang diikuti tersebut
nilai kontrak yang didapat sekitar 50% saja.
Industri
hotel dan restoran yang merupakan konsumen utama PT Nayati Indonesia diluar
proyek pengadaan, beberapa tahun belakang ini menunjukkan sebuah tren yang
cenderung menurun. Seperti yang dirilis oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Indonesia untuk tahun 2010, pertumbuhan usaha restoran dan rumah makan berskala
menengah dan besar hanya sebesar 7,84% saja. Pertumbuhan ini menurun hingga
13,14% dari tahun sebelumnya. Hal ini merupakan sebuah ancaman untuk PT Nayati
Indonesia dalam usahanya untuk menjadi market
leader dalam industri kitchen
equipmets. Untuk
pasar retail rumah tangga, PT NI masih memiliki peluang pasar yang sangat
menjanjikan dikarenakan pertumbuhan rumah di Kota Semarang yang mencapai
236.573 unit rumah pada tahun 2010 berdasarkan data Monografi Kota Semarang.
Namun, menurut konsumen sink
table di Semarang, harga yang ditawarkan PT NI yang sebesar Rp 3.058.000,00
terlalu mahal jika dibandingkan dengan kompetitor produk sejenis ataupun harga
yang didasarkan atas persepsi konsumen (worth)
yaitu sebesar Rp 1.500.000,00. Disparitas ini menimbulkan value problem pada produk sink
table without splashback PT NI. Untuk mengatasi hal
tersebut, sangat penting untuk melakukan analisis dan rekayasa untuk menurunkan
harga produk Single Sink Table Without
Splashback tanpa mengurangi fungsi, kualitas, keandalan maupun estetika
produk yang telah ada. Usulan penerapan rekayasa nilai melalui value study workshop job plan 6 phases (information phase, function analysis phase, creative phase, evaluation
phase, development phase, presentation phase) untuk produk Single Sink
Table Without Splashback menjadi sangat relevan untuk diterapkan oleh PT
Nayati Indonesia untuk dapat meningkatkan nilai atau value produknya di mata konsumen maupun calon konsumen.
Jadi, usulan penerapan value
engineering adalah melakukan
analisis terhadap fungsi produk dengan maksud untuk mendapatkan fungsi produk
yang sesuai kebbutuhan konsumen dengan ongkos produksi yang terendah, namun
tetap konsisten dengan fungsi, keandalan, kualitas, keamanan dan estetika yang
disyaratkan. Ketika konsumen atau calon konsumen merasa perbandingan performance fungsi suatu produk
sebanding dengan harga produk tersebut, maka produk tersebut akan memiliki
nilai (value) yang maksimal.
1.2
Rumusan
masalah
Dari latar belakang yang telah dibahas,
maka dapat dirumuskan bahwa produk Single
Sink Table Without Splashback buatan PT Nayati Indonesia memiliki
kesempatan untuk menjadi market leader produk
kitchen set di kelas penjualan retail
sanitary equipments di Semarang.
Namun, produk Single Sink Table Without
Splashback buatan PT Nayati Indonesia dirasa terlalu mahal di mata konsumen
dan calon konsumen, sedangkan fungsi yang ditawarkan sama seperti produk dari
kompetitor namun dengan harga yang lebih murah. Hal ini menjadikan produk Single Sink Table Without Splashback
buatan PT Nayati Indonesia mengalami value
problem, yaitu ketidakpuasan konsumen dan calon konsumen karena tidak
sebandingnya biaya (cost) yang harus
dikeluarkan
1.3
Tujuan
penelitian
1. Melakukan value
study analysis job plan pada produk single sink table without splashback PT NI.
2. Memberikan usulan desain rekayasa nilai
terpilih yang mampu meningkatkan nilai dari produk single sink table without splashback PT NI.
3. Mendapatkan value index dari desain produk single sink table without splashback PT NI awal dan desain alternatif rekayasa
nilai.
4. Memberikan gambaran penurunan biaya yang dapat dicapai.
1.4
Batasan
dan asumsi
1. Data-data
biaya yang didapat dari PT Nayati Indonesia berupa data sekunder dianggap
valid.
2. Tidak
melakukan perbandingan performansi dengan produsen sink table lainnya.
Usulan rekayasa nilai hanya sampai tahap presentation phase, tidak berlanjut pada implementasi
1.5
Sistematika
Penulisan
Penulisan
penelitian ini menggunakan format yang berdasarkan pada sistematika penulisan
sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Meliputi latar belakang masalah,
perumusan masalah, tujuan penelitian, pembatasan masalah serta sistematika
penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Meliputi dasar-dasar
teori yang relevan dan menjadi landasan penelitian yang dilakukan.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Dalam
bab ini menjelaskan tentang kerangka berfikir, metodologi penelitian yang
digunakan dan tahap-tahap dalam melakukan penelitian.
BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
Bab
ini berisi data-data yang diambil selama penelitian, selain itu juga dilakukan
pengolahan data yang akan digunakan untuk menganalisis permasalahan dengan
menggunakan metode yang telah ditentukan.
BAB V ANALISIS
Dalam bab ini menjelaskan
tentang pengolahan data dan analisis dari hasil pengolahan data, evaluasi serta
rencana tindakan yang dapat dilakukan sebagai rekomendasi untuk perbaikan
selanjutnya.
BAB VI PENUTUP
Bab ini berisi kesimpulan
dari analisis dan pembahasan yang telah dilakukan serta saran yang
direkomendasikan untuk penelitian selanjutnya.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Value
Engineering
Value engineering atau
rekayasa nilai merupakan sebuah teknik pengendalian biaya terhadap suatu
produk. Rekayasa nilai bertujuan untuk memberikan performa yang optimal dari
suatu produk setelah konsumen mengeluarkan sejumlah uang dengan memakai teknik
yang sistematis untuk menganalisis dan mengendalikan total biaya produk.
Rekayasa nilai akan membantu memisahkan antara yang fungsi yang benar-benar
penting dan diperlukan dengan yang tidak begitu penting dan diperlukan, dimana
nantinya dapat dikembangkan alternatif konsep produk yang memenuhi keperluan
(dan meninggalkan yang tidak perlu) dengan biaya terendah. Teknik ini
menganalisis nilai terhadap fungsinya. Dalam hal ini, ditekankan pengurangan
biaya sejauh mungkin dengan tetap memelihara kualitas, estetika, keamanan serta
realibilitas suatu produk yang
diinginkan.
2.1.1. Pengertian
Adanya
kesepahaman dan pengertian yang sama mengenai rekayasa nilai sangatlah
diperlukan oleh tim rekayasa nilai dan pihak - pihak yang terlibat didalamnya
guna memperoleh hasil kerja rekayasa nilai yang optimal sesuai dengan kebutuhan
berdasarkan prinsip dan metode yang tepat.
Menurut
Dell’Isola (1975), rekayasa nilai merupakan pendekatan sistematis untuk
mendapatkan nilai optimal pada setiap biaya yang dikeluarkan. Dimana diperlukan
suatu usaha kreatif untuk menganalisis fungsi dengan menghapus atau
memodifikasi penambahan harga yang tidak perlu dalam proses pembiayaan
konstruksi, operasi atau pelaksanaan, pemeliharaan, pergantian alat dan
lain-lain.
Sedangkan
Kelly dan Male (1993) berpendapat bahwa rekayasa nilai adalah proses yang
dilakukan untuk mencapai nilai yang maksimum dari skala yang diharapkan oleh
klien.
Zimmerman
dan Hart (1982) dalam bukunya mengatakan bahwa rekayasa nilai merupakan teknik
manajemen yang telah teruji dengan menggunakan pendekatan sistematis untuk
mendapatkan keseimbangan fungsional yang terbaik antara biaya, keandalan dan
kinerja dari sebuah produk atau proyek.
Nilai
dalam rekayasa nilai lebih berhubungan dengan nilai fungsi dan nilai ekonomi,
karena hal ini berkaitan dengan masalah fungsi atau manfaat dan biaya pembuatan
suatu produk. Menurut Isola (1975) nilai adalah imbalan yang diterima oleh pemilik atas sejumlah uang yang dikeluarkan untuk kebutuhan suatu produk.
Imbalan tersebut dapat berupa uang,
kebanggaan maupun yang berbentuk lain.
2.1.2. Faktor-faktor penggunaan value engineering
Menurut
Tugino (2004) dalam Wibowo (2012), faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
penggunaan rekayasa nilai diantaranya:
1. Tersedianya
data-data perencanaan.
Data-data
perencanaan di sini adalah data-data yang berhubungan langsung dengan proses
perencanaan sebuah produk yang akan dibuat dan akan diadakan value
engineering.
2. Biaya
awal (Initial Cost).
Biaya
awal disini adalah biaya yang dikeluarkan mulai awal proses produksi sampai
menjadi produk akhir yang siap dipasarkan
3. Persyaratan
operasional dan perawatan.
Dalam
suatu value engineering juga harus mempertimbangkan nilai operasional
dan perawatan dalam alternatif-alterantif yang disampaikan melalui analisis value
engineering dengan jangka waktu tertentu.
4. Ketersediaan
material.
Ketersediaan
material disini adalah material yang digunakan sebagai alternatif-alternatif
dalam analisis value engineering suatu pembuatan produk atau pekerjaan
tiap item harus mempunyai kemudahan dalam mencarinya dan tersedia dalam jumlah
yang cukup.
5. Penyesuaian
terhadap standart.
Penyesuaian
yang dimaksud di sini adalah semua alternatif-alternatif yang digunakan harus
mempunyai standart produksi baik dari segi dimensi produk, bentuk maupun
kualitasnya
6. Dampak
terhadap pengguna.
Dampak
terhadap penggunaan di dalam value engineering suatu produk harus mempunyai
dampak positif kepada pengguna dari segi efektifitas fungsi dan harga.
2.2. Tahapan Value
Engineering
Berdasarkan
pada Society of American Value Engineers
International atau SAVE International (2007), metodologi
rekayasa nilai merupakan sebuah proses yang sistematis yang selanjutnya disebut
job plan. Job plan tersebut terdiri
atas beberapa tahapan, yaitu:
1. Tahap
informasi (Information phase).
Tahap
meninjau dan menemukan kondisi terkini dari suatu produk dan
mengidentifikasikan tujuan dari penelitian produk.
2. Tahap
analisis fungsi (Function analysis phase).
Mendefinisikan
fungsi produk menggunakan dua kata kerja aktif. Tinjauan serta analisis dari
fungsi tersebut nantinya akan digunakan untuk melakukan perbaikan, pengurangan
atau menciptakan hal baru untuk mencapai tujuan penelitian produk tersebut.
3. Tahap
kreatif (Creative phase).
Menerapkan
kreatifitas untuk mengidentifikasi cara-cara lainnya dalam menggunakan fungsi
produk.
4. Tahap
evaluasi (Evaluation phase).
Mengikuti
sebuah struktur proses evaluasi untuk memilih ide-ide yang menawarkan perbaikan
nilai yang potensial.
5. Tahap
pengembangan (Developement phase).
Mengembangkan
ide-ide terpilih menjadi alternatif-alternatif dengan menggunakan dokumentasi
yang memadai agar pengambil keputusan nantinya dapat terbantu untuk
mengimplementasikan alternatif tersebut.
6. Tahap
presentasi (Presentation phase).
Membuat
sebuah laporan atau presentasi mengenai hasil dari penelitian rekayasa nilai.
Sumber:
SAVE International, 2007
Gambar 2.1 Diagram Alir Value Study
2.3. Function
Analysis System Technique (FAST)
Charles
Bytheway dahulu tidak puas dengan bagaimana fungsi dasar sebuah produk
diidentifikasikan. Hal ini menjadi sebuah ketidakpuasan yang membangun dan
usaha yang berkelanjutan hingga tercipta teknik FAST pada tahun 1965. Pada
tahun 1967, Wayne Ruggles membuat format penyempurnaan dari model FAST zaman
Charles Bytheway yang lebih mudah digunakan. Diagram FAST sendiri adalah
diagram sistematis yang secara logis mengidentikasikan dan memvisualisasikan
fungsi-fungsi yang dibutuhkan untuk mendukung tujuan dari sebuah desain
(Mukhopadhyaya, 2009).
Sumber:
Mukhopadhyaya, 2009
Gambar 2.2 Diagram FAST
Penerapannya menggunakan diagram untuk melihat
identifikasi fungsi dasar dan fungsi pelengkap. Cara kerja diagram ini berawal
dari penentuan fungsi utama dan bagaimana cara pencapainannya (how) dan akan dijelaskan
mengapa hal tersebut dilakukan (why).
2.4 Analytical Hierarchy Process (AHP)
Fewidarto (1996) dalam Istyanto (2009)
menyatakan bahwa AHP ditujukan untuk memodelkan masalah-masalah yang tidak
terstruktur dan pendapat-pendapat sedemikian rupa, dimana permasalahan yang ada
telah benar-benar dinyatakan secara jelas, dievaluasi, dibahas, atau dianalisis
dan diprioritaskan untuk dikaji. Ada tiga prisnsip dalam AHP, yaitu:
1. Menggambarkan dan menguraikan secara hirarkis.
2. Pembedaan prioritas dan sintesis.
3. Konsistensi logis.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Metodologi penelitian ini digunakan sebagai acuan dalam melakukan penelitian sehingga proses penelitian yang
dilakukan dapat berjalan dengan sistematis. Dengan adanya metodologi ini, maka siklus pemecahan
masalah dapat dilaksanakan secara terstruktur.
3.1 Kerangka
Pikir
Kerangka pikir menggambarkan seluruh aspek-aspek
yang ada di dalam penelitian. Kerangka pikir membantu dalam memahami isi dari
penelitian yang dilakukan peneliti. Dengan kerangka pikir ini, maka sistem atau obyek
penelitian dapat digambarkan dengan jelas.
Kerangka pikir
penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.1
3.2 Tahapan
Penelitian
Metodologi
penelitian merupakan tahap-tahap penelitian yang harus ditetapkan lebih dahulu
sebelum melakukan pemecahan masalah sehingga penelitian dapat dilakukan dengan
terarah, terencana, sistematis, dan memudahkan dalam menganalisis permasalahan
yang ada. Langkah-langkah dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.2
Gambar 3.1 Kerangka Pikir Penelitian
Gambar 3.2 Metodologi
Penelitian
Post a Comment for "Usulan Penerapan Rekayasa Nilai pada Produk Single Sink Table Without Splashback dengan Value Study Analysis"